Jumat, 29 November 2013

JADWAL POSTING


ALHAMDULLILAH , AKHIRNYA SELESAI JUGA TUGAS BLOG KAMI
JADWAL POSTING BLOG KAMI
NO
JUDUL ARTIKEL
TANGGAL PUBLIKASI
1
13 NOVEMBER 2013

2
21 NOVEMBER 2013
3
23 NOVEMBER 2013
4

24 NOVEMBER 2013
5

24 NOVEMBER 2013
6
24 NOVEMBER 2013
7
24 NOVEMBER 2013
8
24 NOVEMBER 2013
9
18 NOVEMBER 2013
10
18 NOVEMBER 2013
11
18 NOVEMBER 2013
12
18 NOVEMBER 2013
13
24 NOVEMBER 2013
14
30 MOVEMBER 2013
15
30 NOVEMBER 2013
16
30 NOVEMBER 2013


PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO



Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia.
Kakao sudah sejak dahulu dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Sebagai salah satu komoditi unggulan pertanian Indonesia, kakao berperan penting dalam pembangunan perekonomian dengan nilai devisa US$ 547 juta (2004), memberikan lapangan kerja bagi 800.000 KK, sebagai bahan baku bagi 16 unit industri pengolahan kakao dan cokelat di dalam negeri serta menjaga kelestarian lingkungan (Departemen Pertanian, 2006). Ekspor kakao Indonesia sebagian besar dalam bentuk kakao kering, dimana tercatat pada tahun 1993 volumenya mencapai 220.441 ton (Dirjen. Perkebunan, 1994).
Cokelat diperoleh dari pengolahan biji-biji dari buah tanaman cokelat (Theobroma cacao) dari familia Sterculiaceae. Tanaman ini berasal dari hutan-hutan di daerah Amerika Selatan. Semula tanaman ini diusahakan penanamannya oleh penduduk Maya dan orang-orang Indian Aztec. Daerah utama penanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya pada wilayah 18˚ Lintang Utara sampai 15˚ Lintang Selatan. Daerah-daerah dari selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat tanaman cokelat tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma pentagona, dan Theobroma augustifolia, merupakan spesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji sebagai campuran.
Menurut status pengusahaannya, perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Pada tahun 2000 perkebunan rakyat memiliki jumlah area terbesar, yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara 7%, dan perkebunan besar swasta 7%.
Tanaman kakao tergolong tanaman yang multi guna. Selain bijinya yang dapat diolah menjadi berbagai macak produk olahan cokelat, limbah kulit buah kakao juga dapat digunakan sebagai palet pakan ternak, serta pulpnya dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan yaitu nata de cacao
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao. Buah cokelat yang terdiri dari 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24% biji. Pakar lain menyatakan kulit buah kakao kandungan gizinya terdiri dari bahan kering (BK) 88% protein kasar (PK) 6-8%, serat kasar (SK) 40,1% dan TDN 50,8% dan penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40% dilaporkan oleh Anonimous (2001). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak kambing, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai bahan campuran ransum sebanyak 15% dari total ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8% menjadi 12-15%. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak kambing dapat meningkatkan berat badan kambing sebesar 50 gram sampai 150 gram per ekor per hari.
Salah satu alternatif teknologi pengolahan limbah kakao adalah dengan memanfaatkan pulp kakao sebagai bahan bakunya dalam pembuatan nata de cacao. Nata de cacao merupakan fermentasi dari limbah pulp biji cokelat yang berbentuk padat seperti agar-agar, kenyal seperti kolang-kaling dan berwarna putih transparan. Kandungan gizi nata sangat rendah karena tidak mengandung zat gizi yang essensial sehingga sesuai untuk diet, penanggulangan penyakit gizi lebih, tekanan darah tinggi, kardiovaskuler dan diabetes melitus (Karim, 2001). Nata dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Pulp kakao merupakan lapisan berlendir (pulp) yang menyelimuti keping biji. Pada pengolahan kakao yang dimanfaatkan bijinya. Sedangkan lapisan lendir dibuang. Pulp merupakan senyawa yang sebagian terdiri atas air dan komponen gizi yang lain seperti sukrosa dan glukosa.
Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1991), tanaman kakao merupakan pohon kecil yang tingginya mencapai sekitar 10 meter pada kondisi alamiah dengan batang utama setinggi 6 meter. Daging biji kakao sangat lunak dan kulit buahnya mempunyai 10 alur dengan tebal 1-2 cm.
Tahun 1988 tercatat sebagai tahun ketujuh puluh masuknya cokelat ke Indonesia. Hal itu tampaknya berkaitan dengan usaha pemuliaan cokelat yang pertama dimulai di Indonesia pada tahun tahun 1921. Dr. C. J. J. Van Hall adalah orang yang pertama kali mengadakan seleksi terhadap pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua nama kebun tersebut digunakan untuk menamakan beberapa klon cokelat jenis Criollo yang sampai saat ini masih digunakan dengan kode DR dan G berbagai nomor.
Daerah utama penanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya pada wilayah 18˚ Lintang Utara sampai 15˚ Lintang Selatan. Daerah-daerah dari selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat tanaman cokelat tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma pentagona, dan Theobroma augustifolia, merupakan spesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji sebagai campuran.
Dari aspek ekologi, tanaman kakao merupakan tanaman yang menghendaki kelembaban dan temperatur tinggi. Tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Tinggi rendahnya curah hujan akan menyebabkan penurunan hasil. Untuk pertumbuhan optimal, curah hujan minimal adalah 10 mm per bulan dengan batas maksimal 200 mm perbulan dengan curah hujan tersebar secara merata. Namun, apabila struktur tanahnya bercampur pasir, maka dibutuhkan curah hujan yang lebih tinggi karena daya simpan airnya kurang baik.
Temperatur rata-rata tahunan yang dikehendaki adalah 25°C, sedangkan temperatur rata-rata harian terdingin adalah 15°C. Penurunan temperatur di bawah 22°C, menyebabkan perkembangan bunga akan terhenti dan normal kembali setelah temperatur naik (Kartasaputra, 1988).
Selain temperatur dan kelembaban, intensitas sinar matahari merupakan faktor yang ikut mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao. Banyaknya intensitas sinar tergantung dari kondisi tanahnya. Kondisi tanah yang subur, intensitas yang dibutuhkan 70–80%. Menurut Siregar, dkk. (1989), tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki derajat keasaman (pH) antara 6–7,5 asal persyaratan fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi dapat terpenuhi.
Cokelat merupakan salah satu komoditas yang sangat penting, baik sebagai sumber penghidupan bagi jutaan petani produsen maupun sebagai salah satu bahan penyedap yang sangat diperlukan untuk produksi makanan, kue-kue, dan berbagai jenis minuman. Cokelat juga merupakan sumber lemak nabati yang memiliki keistimewaan yaitu: dapat meleleh atau mencair pada suhu di mulut.
Biji kakao mengandung lemak 31%, karbohidrat 14% dan protein 9%. Protein cokelat kaya akan asam amino triptofan, fenylalanin, dan tyrosin. Meskipun cokelat mengandung lemak tinggi, namun relatif tidak mudah tengik karena cokelat juga mengandung polifenol 6% yang berfungsi sebagai antioksidan pencegah ketengikan. Di Amerika Serikat konsumsi cokelat hanya memberikan kontribusi 1% terhadap intake lemak total sebagaimana dinyatakan oleh National Food Consumption Survey (1987-1998). Jumlah ini relatif sedikit khususnya bila dibandingkan dengan kontribusi daging 30%, serealia 22%, dan susu 20%.
Lemak pada cokelat, sering disebut cocoa butter, sebagian besar tersusun dari lemak jenuh 60% khususnya stearat, tetapi lemak cokelat adalah lemak nabati yang sama sekali tidak mengandung kolesterol. Lemak cokelat merupakan bahan yang sangat diperlukan oleh industri-industri pembuatan berbagai macam kembang gula dan manisan cokelat. Di samping itu juga sangat diperlukan oleh industri-industri farmasi dan obat-obatan kecantikan. Lemak cokelat kini merupakan produk yang lebih penting daripada bubuk cokelat. Bubuk cokelat, cocoa paste, cocoa cake diperlukan oleh industri-industri yang menghasilkan berbagai macam minuman, kue, dan makanan lainnya yang mengandung rasa khas cokelat.
Di Indonesia, penetapan mutu biji dinyatakan dengan jumlah biji per 100 gram contoh. Golongan biji dibagi atas 3 kelompok yaitu A, B, dan C. Biji mutu beratnya tidak kurang dari 1 gram.


Kulit buah kakao merupakan limbah hasil perkebunan yang sangat potensial sebagai bahan pakan ternak, kandungan nutrisinya dapat ditingkatkan melalui difermentasi. Kulit buah kakao setelah fermentasi mengandung protein kasar 17,21%; serat kasar 12,45%; lemak 1,9%, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran konsentrat pakan ternak.
Kulit buah kakao memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan ternak ruminansia khususnya kambing terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang dikeringkan dengan sinar matahari kemudian digiling selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak.
Dalam pemeliharaan ternak kambing pakan merupakan faktor yang utama paling utama diperhatikan, agar kambing yang dihasilkan mencapai bobot badan yang diharapkan. Untuk mendapatkan bobot badan yang diinginkan perlu dilakukan pemberian pakan yang teratur dan manajemen yang benar serta menggunakan teknologi yang tepat , salah satunya dengan pemanfaatan kulit buah kakao fermentasi. Pemberian kulit buah kakao fermentasi untuk meningkatkan bobot badan kambing dan merupakan sumber protein dan energi. Kulit buah kakao fermentasi dapat diberikan kepada ternak dengan cara dicampurkan kedalam konsentrat yang diberikan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak kambing, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai bahan campuran ransum sebanyak 15% dari total ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8% menjadi 12-15%. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak kambing dapat meningkatkan berat badan kambing sebesar 50 gram sampai 150 gram per ekor per hari.
Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat. Beberapa kendala dalam memanfaatkan bahan pakan lokal diantaranya tidak adanya jaminan keseragaman mutu dan kontinuitas produksi. Disamping itu jumlah produksi bahan pakan lokal pada umumnya berskala kecil dan lokasinya terpencar. Bahan pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan pakan diantaranya, ketersediaan bahan, kadar gizi, harga, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum digunakan sebagai pakan ternak. Sejak lama, berbagai penelitian telah dilakukan untuk optimalisasi pakan lokal yang belum lazim digunakan. Pertimbangan nilai ekonomis akibat adanya introduksi teknologi masih banyak dilupakan sehingga hasil penelitian belum dapat langsung diterapkan.
Limbah hasil perkebunan seperti kulit buah kakao berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat yaitu untuk pakan ternak. Produksi limbah perkebunan diperkirakan setiap tahunnya cukup besar, seperti di provinsi Bali produk limbah basah kopi mencapai sekitar 21.000 ton, kakao sekitar 13.000 ton, jambu mete sekitar 50.000 ton, demikian juga di provinsi lainnya. Persentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji. Pada areal 1(satu) hektar pertanaman kakao akan menghasilkan limbah segar kulit buah sekitar 5,8 ton setara dengan produk tepung limbah 812 kg.
Berdasarkan hasil evaluasi, secara fisik diperoleh produksi limbah kakao berupa cangkang rata-rata 72,88% dari berat total buah kakao basah, sedangkan bagian biji dan kulit bijinya rata-rata 27,12%. Fermentasi limbah kakao (fermentor) yang efektif hingga menumbuhkan “mycelium” memerlukan waktu : ditambah 48 jam (2 hari) dan untuk proses penyimpanan hingga siap digiling diperlukan waktu 2-3 x 8 jam pada sinar matahari yang normal (tidak mendung atau hujan).
Dari limbah segar setelah difermentasi, dikeringkan akan diperoleh hasil gilingan berupa tepung dengan rendemen rata-rata 30–40% dari bahan mentah.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan nasional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan (non konvensional) diarahkan pada upaya penggalian potensi limbah sebagai bahan baku pakan.
Limbah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan berasal dari bagian-bagian tanaman atau hewan yang dijadikan sebagai pakan kasar (roughage), sebagai sumber energi, dan sumber protein atau mineral. Bahan pakan kasar sebagian besar berasal dari limbah pertanian dan perkebunan di lapangan. Sumber energy dan protein berasal darisisa pengolahan bahn pangan, biji-bijian, buah-buahan dan sayuran, limbah usaha peternakan dan perikanan. Bahan pakan sumber mineral terutama berasal dari limbah usaha dan pengolahan hasil peternakan dan perikanan.
Proses pengolahan kulit buah kakao menjadi pakan ternak ada dua cara, yaitu:
1.             Proses Pengolahan Kulit Buah Kakao dengan Fermentasi
Dengan proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah Aspergillus niger. Proses fermentasi limbah kakao menyebabkan meningkatnya kandungan protein, hal ini dibuktikan dengan hasil “proximate analysis”, yang menunjukan perubahan kandungan protein kasar (CP) dari 12,22% pada kakao mentah (sebelum difermentasi) menjadi 16,12% setelah mengalami fermentasi. Sedangkan kandungan serat kasar (CF) menurun akibat fermentai, yakni dari 6,42% menjadi 4,15%. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini adalah:
a.              Meningkatkan kandungan protein.
b.             Menurunkan kandungan serat kasar.
c.              Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan).


Proses Pengolahan Kulit Buah Kakao Tanpa Fermentasi
Mengumpulkan limbah kulit buah kakao dari hasil panen lalu dicincang. Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk dengan menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan. Untuk meningkatkan mutu pakan ternak, maka tepung kulit buah kakao dapat dicampur dengan bekatul dan jagung giling masing-masing 15%, 35%, dan 30%. Ini artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15% tepung kulit buah kakao, 35% bekatul dan 30% jagung giling.
Penggunaan Hasil Olahan Limbah Kulit Buah Kakao untuk Pakan Ternak adalah:
1.         Pada awal pemberian, biasanya ternak tidak langsung mau memakannya. Karena itu berikanlah pada saat ternak lapar dan bila perlu ditambah sedikit garam atau gula untuk merangsang nafsu makan.
2.         Tepung limbah hasil fermentasi bisa langsung diberikan kepada ternak, atau disimpan.
3.         Penyimpanan harus dengan wadah yang bersih dan kering. Untuk ternak ruminansia (sapi, kambing) limbah kakao olahan bisa dijadikan pakan penguat, untuk mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi susu. Bisa diberikan sebagai pengganti dedak, yakni sebanyak 0,7-1,0% dari berat hidup ternak.
4.         Pada ayam buras petelur pemberian limbah kakao sebagai pengganti dedak hingga 36% dari total ransum dapat meningkatkan produksi telur.
5.         Pada ternak kambing menunjukkan bahwa ternak nampak sehat, warna bulu mengkilat dan pertambahan berat badan ternak dapat mencapai antara 50-150 gram per ekor per hari.
6.         Untuk babi dapat juga diberikan sebagai pengganti dedak padi dalam ransum sekitar 35-40%.
Salah satu bahan pakan potensial limbah hasil perkebunan adalah kulit buah kakao. Limbah pengolahan buah kakao yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak diantaranya kulit (pod) luar dan kulit biji. Beberapa penelitian penggunaan limbah coklat pada ternak ruminansia, bahwa pemakaian pod coklat pada taraf 30% tanpa pengolahan, dapat menurunkan kecernaan in vitro. Pemanfaatannya untuk usaha pembibitan dapat mencapai 20% dalam konsentrat komersial.
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi.
Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%, namun demikian karena ketersediaan pakan hijauan sangat terbatas maka pengembangan peternakan dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri pertanian. Hijauan identik dengan sumber serat. Warna tidak selalu hijau, tidak selalu berbentuk rumput yang sudah umum dikenal (rumput gajah dan rumput lapangan); namun dapat berupa jerami kering (jerami padi, jerami jagung, dan jerami kedelai), daun-daunan (nangka, pisang, dan kelapa sawit), limbah industri (bagase tebu, kulit kacang, tumpi jagung, dan kulit kopi). Pakan yang baik adalah murah, mudah didapat, tidak beracun, disukai ternak, mudah diberikan dan tidak berdampak negatif terhadap produksi dan kesehatan ternak serta lingkungan.
Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Teknologi “pakan murah” komplit telah dikembangkan dan diadopsi secara komersial oleh pabrik pakan Prima Feed di Pasuruan Jawa Timur sejak tahun 2002. Pakan komplit merupakan campuran dari limbah agroindustri, limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga ternak tidak perlu lagi diberi hijauan. Mudah diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi bahan pakan local dengan menggunakan mesin pencampur sederhana serta ramah lingkungan sehingga harganya sangat murah. Banyak digunakan untuk pengembangan sapi potong penggemukan/pembibitan di wilayah yang tidak tersedia pakan hijauan sepanjang tahun. Beberapa pengusaha ternak yang menggunakan pakan terasebut berbasis di Bali dan wilayah pengembangan lainnya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Kandungan nutrisi konsentrat yang dikembangkan adalah kadar air maksimal 15%; protein kasar 9-12%; lemak kasar maksimal 4%; serat kasar 20%; abu maksimal 10%; TDN minimal 60%; Ca 1,0% dan P 0,5%. Konsentrat (Concentrate) adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimakan untuk disatukan dan dicampur sebagai pelengkap (suplemen). Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan.