Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat
memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan
salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan
Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas
kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO
(International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan
mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga
akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun. Kondisi ini merupakan suatu
peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk
menjadi produsen utama kakao dunia.
Kakao sudah sejak dahulu
dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Sebagai salah satu komoditi
unggulan pertanian Indonesia, kakao berperan penting dalam pembangunan
perekonomian dengan nilai devisa US$ 547 juta (2004), memberikan lapangan kerja
bagi 800.000 KK, sebagai bahan baku bagi 16 unit industri pengolahan kakao dan
cokelat di dalam negeri serta menjaga kelestarian lingkungan (Departemen
Pertanian, 2006). Ekspor kakao Indonesia sebagian besar dalam bentuk kakao
kering, dimana tercatat pada tahun 1993 volumenya mencapai 220.441 ton (Dirjen.
Perkebunan, 1994).
Cokelat diperoleh dari
pengolahan biji-biji dari buah tanaman cokelat (Theobroma cacao) dari familia Sterculiaceae.
Tanaman ini berasal dari hutan-hutan di daerah Amerika Selatan. Semula tanaman
ini diusahakan penanamannya oleh penduduk Maya dan orang-orang Indian Aztec. Daerah
utama penanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya
pada wilayah 18˚ Lintang Utara sampai 15˚ Lintang Selatan. Daerah-daerah dari
selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat tanaman cokelat
tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma
sylvestris, Theobroma pentagona,
dan Theobroma augustifolia, merupakan
spesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji sebagai
campuran.
Menurut status pengusahaannya,
perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu perkebunan rakyat,
perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Pada tahun 2000
perkebunan rakyat memiliki jumlah area terbesar, yaitu 86% dari total area
perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara
7%, dan perkebunan besar swasta 7%.
Tanaman kakao tergolong tanaman yang multi guna. Selain bijinya
yang dapat diolah menjadi berbagai macak produk olahan cokelat, limbah kulit
buah kakao juga dapat digunakan sebagai palet pakan ternak, serta pulpnya dapat
dimanfaatkan menjadi bahan pangan yaitu nata de cacao
Kulit buah kakao (shel fod husk)
adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao. Buah cokelat
yang terdiri dari 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24% biji. Pakar lain
menyatakan kulit buah kakao kandungan gizinya terdiri dari bahan kering (BK)
88% protein kasar (PK) 6-8%, serat kasar (SK) 40,1% dan TDN 50,8% dan
penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40% dilaporkan oleh Anonimous (2001).
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak kambing, bahwa penggunaan
kulit buah kakao dapat digunakan sebagai bahan campuran ransum sebanyak 15%
dari total ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah
kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar
lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari
6-8% menjadi 12-15%. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak
kambing dapat meningkatkan berat badan kambing sebesar 50 gram sampai 150 gram
per ekor per hari.
Salah satu alternatif teknologi
pengolahan limbah kakao adalah dengan memanfaatkan pulp kakao sebagai bahan
bakunya dalam pembuatan nata de cacao. Nata de cacao merupakan fermentasi dari
limbah pulp biji cokelat yang berbentuk padat seperti agar-agar, kenyal seperti
kolang-kaling dan berwarna putih transparan. Kandungan gizi nata sangat rendah
karena tidak mengandung zat gizi yang essensial sehingga sesuai untuk diet,
penanggulangan penyakit gizi lebih, tekanan darah tinggi, kardiovaskuler dan
diabetes melitus (Karim, 2001). Nata dihasilkan oleh bakteri Acetobacter
xylinum.
Pulp kakao merupakan lapisan
berlendir (pulp) yang menyelimuti keping biji. Pada pengolahan kakao yang
dimanfaatkan bijinya. Sedangkan lapisan lendir dibuang. Pulp merupakan senyawa
yang sebagian terdiri atas air dan komponen gizi yang lain seperti sukrosa dan
glukosa.
Menurut Sastrahidayat dan Soemarno
(1991), tanaman kakao merupakan pohon kecil yang tingginya mencapai sekitar 10
meter pada kondisi alamiah dengan batang utama setinggi 6 meter. Daging biji
kakao sangat lunak dan kulit buahnya mempunyai 10 alur dengan tebal 1-2 cm.
Tahun 1988 tercatat sebagai tahun
ketujuh puluh masuknya cokelat ke Indonesia. Hal itu tampaknya berkaitan dengan
usaha pemuliaan cokelat yang pertama dimulai di Indonesia pada tahun tahun
1921. Dr. C. J. J. Van Hall adalah orang yang pertama kali mengadakan seleksi
terhadap pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua nama kebun tersebut
digunakan untuk menamakan beberapa klon cokelat jenis Criollo yang sampai saat
ini masih digunakan dengan kode DR dan G berbagai nomor.
Daerah utama penanaman cokelat
adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya pada wilayah 18˚ Lintang
Utara sampai 15˚ Lintang Selatan. Daerah-daerah dari selatan Meksiko sampai ke
Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat tanaman cokelat tumbuh sebagai
tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang diketahui, antara lain Theobroma
bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma pentagona, dan Theobroma augustifolia,
merupakan spesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji
sebagai campuran.
Dari aspek ekologi, tanaman kakao
merupakan tanaman yang menghendaki kelembaban dan temperatur tinggi. Tanaman
kakao sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Tinggi rendahnya curah hujan akan
menyebabkan penurunan hasil. Untuk pertumbuhan optimal, curah hujan minimal
adalah 10 mm per bulan dengan batas maksimal 200 mm perbulan dengan curah hujan
tersebar secara merata. Namun, apabila struktur tanahnya bercampur pasir, maka
dibutuhkan curah hujan yang lebih tinggi karena daya simpan airnya kurang baik.
Temperatur rata-rata tahunan yang
dikehendaki adalah 25°C, sedangkan temperatur rata-rata harian terdingin adalah
15°C. Penurunan temperatur di bawah 22°C, menyebabkan perkembangan bunga akan
terhenti dan normal kembali setelah temperatur naik (Kartasaputra, 1988).
Selain temperatur dan kelembaban,
intensitas sinar matahari merupakan faktor yang ikut mempengaruhi pertumbuhan
tanaman kakao. Banyaknya intensitas sinar tergantung dari kondisi tanahnya.
Kondisi tanah yang subur, intensitas yang dibutuhkan 70–80%. Menurut Siregar,
dkk. (1989), tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki
derajat keasaman (pH) antara 6–7,5 asal persyaratan fisik dan kimia yang
berperan terhadap pertumbuhan dan produksi dapat terpenuhi.
Cokelat merupakan salah satu
komoditas yang sangat penting, baik sebagai sumber penghidupan bagi jutaan
petani produsen maupun sebagai salah satu bahan penyedap yang sangat diperlukan
untuk produksi makanan, kue-kue, dan berbagai jenis minuman. Cokelat juga
merupakan sumber lemak nabati yang memiliki keistimewaan yaitu: dapat meleleh
atau mencair pada suhu di mulut.
Biji kakao mengandung lemak 31%,
karbohidrat 14% dan protein 9%. Protein cokelat kaya akan asam amino triptofan,
fenylalanin, dan tyrosin. Meskipun cokelat mengandung lemak tinggi, namun
relatif tidak mudah tengik karena cokelat juga mengandung polifenol 6% yang
berfungsi sebagai antioksidan pencegah ketengikan. Di Amerika Serikat konsumsi
cokelat hanya memberikan kontribusi 1% terhadap intake lemak total sebagaimana
dinyatakan oleh National Food Consumption Survey (1987-1998). Jumlah ini
relatif sedikit khususnya bila dibandingkan dengan kontribusi daging 30%,
serealia 22%, dan susu 20%.
Lemak pada cokelat, sering disebut
cocoa butter, sebagian besar tersusun dari lemak jenuh 60% khususnya stearat,
tetapi lemak cokelat adalah lemak nabati yang sama sekali tidak mengandung
kolesterol. Lemak cokelat merupakan bahan yang sangat diperlukan oleh
industri-industri pembuatan berbagai macam kembang gula dan manisan cokelat. Di
samping itu juga sangat diperlukan oleh industri-industri farmasi dan
obat-obatan kecantikan. Lemak cokelat kini merupakan produk yang lebih penting
daripada bubuk cokelat. Bubuk cokelat, cocoa paste, cocoa cake diperlukan oleh
industri-industri yang menghasilkan berbagai macam minuman, kue, dan makanan
lainnya yang mengandung rasa khas cokelat.
Di Indonesia, penetapan mutu biji
dinyatakan dengan jumlah biji per 100 gram contoh. Golongan biji dibagi atas 3
kelompok yaitu A, B, dan C. Biji mutu beratnya tidak kurang dari 1 gram.
Kulit buah kakao merupakan limbah
hasil perkebunan yang sangat potensial sebagai bahan pakan ternak, kandungan
nutrisinya dapat ditingkatkan melalui difermentasi. Kulit buah kakao setelah
fermentasi mengandung protein kasar 17,21%; serat kasar 12,45%; lemak 1,9%,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran konsentrat pakan ternak.
Kulit buah kakao memiliki peran yang
cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan ternak ruminansia khususnya
kambing terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan
ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah
diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang
dikeringkan dengan sinar matahari kemudian digiling selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan pakan ternak.
Dalam pemeliharaan ternak kambing
pakan merupakan faktor yang utama paling utama diperhatikan, agar kambing yang
dihasilkan mencapai bobot badan yang diharapkan. Untuk mendapatkan bobot badan
yang diinginkan perlu dilakukan pemberian pakan yang teratur dan manajemen yang
benar serta menggunakan teknologi yang tepat , salah satunya dengan pemanfaatan
kulit buah kakao fermentasi. Pemberian kulit buah kakao fermentasi untuk
meningkatkan bobot badan kambing dan merupakan sumber protein dan energi. Kulit
buah kakao fermentasi dapat diberikan kepada ternak dengan cara dicampurkan kedalam
konsentrat yang diberikan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada ternak kambing, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai
bahan campuran ransum sebanyak 15% dari total ransum. Sebaiknya sebelum
digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan
terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan
untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8% menjadi 12-15%. Pemberian kulit buah
kakao yang telah diproses pada ternak kambing dapat meningkatkan berat badan
kambing sebesar 50 gram sampai 150 gram per ekor per hari.
Limbah pertanian dan agroindustri
pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak
ruminansia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai
pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki
nilai nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat. Beberapa
kendala dalam memanfaatkan bahan pakan lokal diantaranya tidak adanya jaminan
keseragaman mutu dan kontinuitas produksi. Disamping itu jumlah produksi bahan
pakan lokal pada umumnya berskala kecil dan lokasinya terpencar. Bahan pakan
lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan bahan pakan diantaranya, ketersediaan bahan,
kadar gizi, harga, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau
anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum digunakan
sebagai pakan ternak. Sejak lama, berbagai penelitian telah dilakukan untuk
optimalisasi pakan lokal yang belum lazim digunakan. Pertimbangan nilai
ekonomis akibat adanya introduksi teknologi masih banyak dilupakan sehingga
hasil penelitian belum dapat langsung diterapkan.
Limbah hasil perkebunan seperti
kulit buah kakao berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat yaitu
untuk pakan ternak. Produksi limbah perkebunan diperkirakan setiap tahunnya
cukup besar, seperti di provinsi Bali produk limbah basah kopi mencapai sekitar
21.000 ton, kakao sekitar 13.000 ton, jambu mete sekitar 50.000 ton, demikian
juga di provinsi lainnya. Persentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar
27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30
sampai 40 biji. Pada areal 1(satu) hektar pertanaman kakao akan menghasilkan
limbah segar kulit buah sekitar 5,8 ton setara dengan produk tepung limbah 812
kg.
Berdasarkan hasil evaluasi, secara
fisik diperoleh produksi limbah kakao berupa cangkang rata-rata 72,88% dari
berat total buah kakao basah, sedangkan bagian biji dan kulit bijinya rata-rata
27,12%. Fermentasi limbah kakao (fermentor) yang efektif hingga menumbuhkan
“mycelium” memerlukan waktu : ditambah 48 jam (2 hari) dan untuk proses
penyimpanan hingga siap digiling diperlukan waktu 2-3 x 8 jam pada sinar matahari
yang normal (tidak mendung atau hujan).
Dari limbah segar setelah
difermentasi, dikeringkan akan diperoleh hasil gilingan berupa tepung dengan
rendemen rata-rata 30–40% dari bahan mentah.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan
pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku
penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum.
Bahan pakan nasional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian
besar berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan
(non konvensional) diarahkan pada upaya penggalian potensi limbah sebagai bahan
baku pakan.
Limbah yang dimanfaatkan sebagai
bahan baku pakan berasal dari bagian-bagian tanaman atau hewan yang dijadikan
sebagai pakan kasar (roughage), sebagai sumber energi, dan sumber protein atau
mineral. Bahan pakan kasar sebagian besar berasal dari limbah pertanian dan
perkebunan di lapangan. Sumber energy dan protein berasal darisisa pengolahan
bahn pangan, biji-bijian, buah-buahan dan sayuran, limbah usaha peternakan dan
perikanan. Bahan pakan sumber mineral terutama berasal dari limbah usaha dan
pengolahan hasil peternakan dan perikanan.
Proses
pengolahan kulit buah kakao menjadi pakan ternak ada dua cara, yaitu:
1.
Proses Pengolahan Kulit Buah Kakao dengan Fermentasi
Dengan proses fermentasi, nilai gizi
limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat
kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Salah satu fermentor
yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah Aspergillus niger. Proses
fermentasi limbah kakao menyebabkan meningkatnya kandungan protein, hal ini
dibuktikan dengan hasil “proximate analysis”, yang menunjukan perubahan
kandungan protein kasar (CP) dari 12,22% pada kakao mentah (sebelum
difermentasi) menjadi 16,12% setelah mengalami fermentasi. Sedangkan kandungan
serat kasar (CF) menurun akibat fermentai, yakni dari 6,42% menjadi 4,15%.
Manfaat fermentasi dengan teknologi ini adalah:
a.
Meningkatkan kandungan protein.
b.
Menurunkan kandungan serat kasar.
c.
Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan).
Proses Pengolahan Kulit Buah Kakao
Tanpa Fermentasi
Mengumpulkan limbah kulit buah kakao
dari hasil panen lalu dicincang. Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai
kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau
diremas. Setelah kering ditumbuk dengan menggunakan lesung atau alat penumbuk
lainnya, kemudian dilakukan pengayakan. Untuk meningkatkan mutu pakan ternak,
maka tepung kulit buah kakao dapat dicampur dengan bekatul dan jagung giling
masing-masing 15%, 35%, dan 30%. Ini artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas
15% tepung kulit buah kakao, 35% bekatul dan 30% jagung giling.
Penggunaan Hasil Olahan Limbah Kulit Buah Kakao untuk
Pakan Ternak adalah:
1.
Pada awal pemberian, biasanya ternak tidak langsung mau memakannya. Karena itu
berikanlah pada saat ternak lapar dan bila perlu ditambah sedikit garam atau
gula untuk merangsang nafsu makan.
2.
Tepung limbah hasil fermentasi bisa langsung diberikan kepada ternak, atau
disimpan.
3.
Penyimpanan harus dengan wadah yang bersih dan kering. Untuk ternak ruminansia
(sapi, kambing) limbah kakao olahan bisa dijadikan pakan penguat, untuk
mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi susu. Bisa diberikan sebagai
pengganti dedak, yakni sebanyak 0,7-1,0% dari berat hidup ternak.
4.
Pada ayam buras petelur pemberian limbah kakao sebagai pengganti dedak hingga
36% dari total ransum dapat meningkatkan produksi telur.
5.
Pada ternak kambing menunjukkan bahwa ternak nampak sehat, warna bulu mengkilat
dan pertambahan berat badan ternak dapat mencapai antara 50-150 gram per ekor
per hari.
6.
Untuk babi dapat juga diberikan sebagai pengganti dedak padi dalam ransum
sekitar 35-40%.
Salah satu bahan pakan potensial
limbah hasil perkebunan adalah kulit buah kakao. Limbah pengolahan buah kakao
yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak diantaranya kulit (pod) luar
dan kulit biji. Beberapa penelitian penggunaan limbah coklat pada ternak
ruminansia, bahwa pemakaian pod coklat pada taraf 30% tanpa pengolahan, dapat
menurunkan kecernaan in vitro. Pemanfaatannya untuk usaha pembibitan dapat
mencapai 20% dalam konsentrat komersial.
Produktivitas ternak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%.
Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling
besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik
ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan
kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai.
Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan
juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan
ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi.
Pakan utama ternak ruminansia adalah
hijauan yaitu sekitar 60-70%, namun demikian karena ketersediaan pakan hijauan
sangat terbatas maka pengembangan peternakan dapat diintegrasikan dengan usaha
pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui optimalisasi
pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri pertanian. Hijauan identik
dengan sumber serat. Warna tidak selalu hijau, tidak selalu berbentuk rumput
yang sudah umum dikenal (rumput gajah dan rumput lapangan); namun dapat berupa
jerami kering (jerami padi, jerami jagung, dan jerami kedelai), daun-daunan
(nangka, pisang, dan kelapa sawit), limbah industri (bagase tebu, kulit kacang,
tumpi jagung, dan kulit kopi). Pakan yang baik adalah murah, mudah didapat,
tidak beracun, disukai ternak, mudah diberikan dan tidak berdampak negatif
terhadap produksi dan kesehatan ternak serta lingkungan.
Salah satu pengembangan teknologi
formulasi pakan adalah pakan komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas
hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang
homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan
rumput segar. Teknologi “pakan murah” komplit telah dikembangkan dan diadopsi
secara komersial oleh pabrik pakan Prima Feed di Pasuruan Jawa Timur sejak
tahun 2002. Pakan komplit merupakan campuran dari limbah agroindustri, limbah
pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga ternak tidak perlu
lagi diberi hijauan. Mudah diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan
memanfaatkan potensi bahan pakan local dengan menggunakan mesin pencampur
sederhana serta ramah lingkungan sehingga harganya sangat murah. Banyak digunakan
untuk pengembangan sapi potong penggemukan/pembibitan di wilayah yang tidak
tersedia pakan hijauan sepanjang tahun. Beberapa pengusaha ternak yang
menggunakan pakan terasebut berbasis di Bali dan wilayah pengembangan lainnya
adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Kandungan nutrisi konsentrat yang
dikembangkan adalah kadar air maksimal 15%; protein kasar 9-12%; lemak kasar
maksimal 4%; serat kasar 20%; abu maksimal 10%; TDN minimal 60%; Ca 1,0% dan P
0,5%. Konsentrat (Concentrate) adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi
tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian
gizi dari keseluruhan pakan dan dimakan untuk disatukan dan dicampur sebagai pelengkap
(suplemen). Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan
pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa
bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan.